June 09, 2022
JAKARTA – Anggota parlemen dari Asia Tenggara telah meminta Indonesia, satu-satunya anggota G20 di Asia Tenggara untuk menggunakan Presidensinya di G20 untuk “menyuarakan aspirasi Global Selatan” dan mengangkat isu-isu yang secara khusus mempengaruhi kawasan.
Dalam sebuah kertas posisi yang diterbitkan hari ini, Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (ASEAN Parliamentarians for Human Rights, APHR) telah mendesak Indonesia untuk mengadvokasi dalam Pertemuan Puncak tanggapan global yang lebih kuat dan lebih kreatif terhadap kehancuran ekonomi yang disebabkan oleh konflik seperti yang terjadi di Myanmar, peningkatan substansial dalam dukungan keuangan global untuk transisi energi yang berkelanjutan, dan untuk menemukan cara mengurangi dampak transformasi digital dunia terhadap hak asasi manusia dan demokrasi.
“Indonesia ada dalam posisi di mana, berbeda dari yang lain, sebagai satu-satunya anggota G20 di Asia Tenggara dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dapat mewakili kepentingan dan aspirasi Global Selatan. Negara ini telah menunjukkan kepemimpinannya di ASEAN dan sekarang memiliki kesempatan untuk melakukannya di tingkat global, di mana ia dapat secara kreatif mencari solusi untuk tantangan yang, dengan gaungnya yang khas di kawasan kita, mempengaruhi umat manusia secara keseluruhan, ”kata Charles Santiago, Ketua APHR dan Anggota Parlemen di Malaysia.
APHR berpendapat bahwa cara-cara kreatif baru diperlukan untuk menanggapi biaya manusia dan ekonomi dari krisis seperti yang menghancurkan Myanmar, Ukraina, Yaman atau Suriah, mulai dari kenaikan harga komoditas, kekurangan pasokan pangan dan energi, hingga meningkatnya perdagangan manusia dan produksi serta perdagangan obat-obatan terlarang dan senjata. Karena organisasi internasional seperti PBB, atau kelompok-kelompok regional seperti ASEAN, seringkali gagal memitigasi dan menanggapi dampak ekonomi dari krisis semacam itu, Indonesia harus mengusulkan sebuah Kelompok Kerja baru di G20 guna membahas respon dari perekonomian terbesar di dunia ini.
Berhadapan dengan perubahan iklim, telah terbukti bahwa janji saat ini dari negara-negara untuk mengurangi emisi karbon tidak akan cukup melambatkan perubahan iklim, dan kebutuhan untuk beralih ke sumber energi terbarukan menjadi lebih mendesak dari sebelumnya. APHR mendesak Indonesia untuk memimpin G20 menyetujui percepatan penghentian penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil, tetapi juga harus secara substansial meningkatkan dukungan keuangan global untuk transisi tersebut.
Terakhir, berhadapan dengan tantangan akibat kampanye disinformasi, perpecahan dan ujaran kebencian yang tesebar secara daring, APHR mendesak G20 untuk membahas dan mengidentifikasi langkah-langkah yang dapat diadopsi untuk mengatur pasar digital agar sejalan dengan demokrasi, mengakhiri penggunaan data pribadi orang yang invasif, dan meminta pertanggungjawaban platform daring atas model bisnis mereka yang berbahaya.
ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) was founded in June 2013 with the objective of promoting democracy and human rights across Southeast Asia. Our founding members include many of the region's most progressive Members of Parliament (MPs), with a proven track record of human rights advocacy work.